Kehidupan seorang Mukmin adalah perjalanan yang penuh dengan ujian dan anugerah. Dalam menapaki perjalanan ini, Allah SWT telah membekali hamba-Nya dengan dua sifat fundamental yang menjadi kunci kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat: Sabar (ketika ditimpa kesulitan) dan Syukur (ketika menerima nikmat). Keduanya ibarat dua sayap bagi seekor burung, yang tanpanya burung tersebut tidak akan mampu terbang menuju ketinggian ridha Ilahi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya adalah kebaikan baginya. Apabila ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Ini menegaskan bahwa seorang Mukmin sejati selalu berada dalam kondisi kebaikan, karena takdirnya selalu direspons dengan benar, yaitu Syukur atau Sabar.
1. 🌟 Syukur: Mengikat Nikmat dan Menambah Kebaikan
Syukur (الشُّكْرُ) adalah ungkapan terima kasih, pengakuan, dan pemanfaatan nikmat yang diberikan Allah SWT. Syukur bukan hanya sebatas ucapan Alhamdulillah di lisan, tetapi harus terwujud dalam tiga dimensi utama:
A. Syukur dengan Hati (I'tiraf)
Syukur dimulai dari pengakuan sepenuh hati bahwa semua nikmat, besar maupun kecil, murni berasal dari karunia Allah SWT. Seorang hamba menyadari bahwa tanpa izin-Nya, segala usaha dan daya upaya manusia tidak akan menghasilkan apa-apa. Pengakuan ini menghilangkan sifat 'ujub (bangga diri) dan sombong.
B. Syukur dengan Lisan (Hamdalah)
Dimensi ini adalah perwujudan syukur melalui ucapan, seperti mengucapkan Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) dan Maa Syaa Allah (Apa yang dikehendaki Allah, maka terjadilah). Lisan digunakan untuk memuji dan menyanjung Allah atas kebaikan yang telah diberikan.
C. Syukur dengan Anggota Badan ('Amal)
Ini adalah bentuk syukur yang paling substansial, yaitu menggunakan nikmat Allah sesuai dengan kehendak-Nya.
Nikmat Kesehatan: Digunakan untuk beribadah, menuntut ilmu, dan berbuat kebaikan.
Nikmat Harta: Digunakan untuk berinfak, bersedekah, dan menjauhi riba.
Nikmat Waktu Luang: Digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk hal-hal yang sia-sia (laghw).
Konsekuensi Meninggalkan Syukur
Allah SWT memberikan janji tegas sekaligus peringatan keras terkait syukur:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)
Syukur bukan hanya ucapan terima kasih, tetapi adalah cara paling ampuh untuk mengikat nikmat dan menjamin pertambahan dari Allah. Sebaliknya, kufur nikmat (mengingkari nikmat) adalah pintu menuju hilangnya keberkahan dan datangnya azab.
2. 🛡️ Sabar: Benteng Menghadapi Derita dan Ketaatan
Sabar (الصَّبْرُ) secara bahasa berarti menahan diri. Dalam istilah syariat, sabar adalah menahan diri dari keluh kesah, menahan lisan dari ratapan, dan menahan anggota badan dari perbuatan sia-sia, dalam menghadapi takdir yang tidak menyenangkan.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah membagi sabar menjadi tiga kategori utama:
A. Sabar dalam Ketaatan (Shabr 'ala Al-Thaa'ah)
Ini adalah sabar dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan seringkali berat dilakukan secara konsisten karena melawan hawa nafsu dan kenyamanan. Contohnya:
Sabar dalam Salat: Menjaga kekhusyukan dan menunaikannya tepat waktu, meskipun sedang sibuk atau mengantuk.
Sabar dalam Puasa: Menahan lapar, haus, dan godaan maksiat selama sebulan penuh.
Sabar dalam Menuntut Ilmu: Menghadapi kesulitan belajar dan konsisten mengulang pelajaran.
B. Sabar Menghadapi Musibah (Shabr 'ala Al-Mushaibah)
Ini adalah sabar dalam menghadapi takdir buruk, seperti kehilangan harta, kesehatan, atau orang yang dicintai. Sabar yang terbaik adalah pada saat awal musibah (disebut Shabr Jamil - kesabaran yang indah).
Sabar di sini berarti tidak meratapi takdir, tidak menyalahkan Tuhan, dan meyakini bahwa di balik musibah pasti ada hikmah yang hanya diketahui oleh Allah.
C. Sabar Menjauhi Maksiat (Shabr 'an Al-Ma'shiyah)
Ini adalah sabar untuk menahan hawa nafsu dan godaan yang menyeru pada dosa dan pelanggaran. Contohnya:
Sabar Menahan Lisan: Tidak bergosip, mencaci, atau menyebarkan hoax.
Sabar Menahan Pandangan: Menjaga mata dari hal-hal yang diharamkan.
Sabar Menghindari Riba: Menahan diri dari godaan keuntungan cepat melalui cara yang dilarang.
Keutamaan Orang yang Sabar
Allah menjanjikan balasan yang luar biasa bagi orang yang sabar:
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)
Sabar adalah kunci pertolongan Allah, sebagaimana Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (QS. Al-Baqarah: 153).
3. 🤝 Syukur dan Sabar: Harmoni Keseimbangan Hidup
Keseimbangan antara syukur dan sabar adalah ciri khas seorang Mukmin yang berhasil. Keduanya adalah ujian:
Ujian Nikmat: Apakah kita akan bersyukur atau malah kufur dan sombong?
Ujian Musibah: Apakah kita akan bersabar atau malah mengeluh dan berputus asa?
Imam Hasan Al-Bashri berkata: "Iman itu ada dua bagian: Sabar dan Syukur."
Jika seseorang hanya bersyukur tanpa sabar, ia akan hancur ketika diuji kesulitan. Jika seseorang hanya sabar tanpa syukur, ia akan menjadi lupa diri ketika diberikan kesenangan dan akan gagal dalam ketaatan.
Seorang Mukmin menyambut setiap pagi dengan semangat untuk bersyukur atas nikmat yang masih ada, dan siap menghadapi tantangan hari itu dengan kesabaran, meyakini bahwa setiap takdir yang datang telah diatur oleh Dzat Yang Maha Penyayang, dan selalu membawa kebaikan di dalamnya. Dengan dua sayap ini, seorang hamba dapat terbang lurus menuju tujuan akhir: Ridha Allah SWT dan surga-Nya yang abadi.

